Marzuki bin Ucup: Pemimpin Utusan Langit

Di sebuah negeri bernama Republik Saktinesia biasa disingkat Rusak, memilih pemimpin melalui Pemilu bukan lagi soal program kerja dan adu gagasan. Tapi soal siapa yang sering menjual nama tuhan dan memberi amplop saat blusukan.
Dari semua calon Bupati Kabupaten Sawah Besar, yang paling bersinar yakni Marzuk bin Ucup, sang konglomerat pengusaha batu akik sekaligus suami Nyonya Yanti bin Mail, Menteri Urusan Kecamatan dan Amplop disingkat Murka di Kabinet Saktinesia Unggul. Ia naik panggung konstelasi politik setelah diancam dijewer oleh istrinya.

Dengan slogan “Utusan Langit,” Marzuk bin Ucup selalu mengenakan jubah putih yang dijahit khusus di Rawa Gajah, komplit dengan peci hijau kebanggaannya. Senjata utamanya yaitu menjual ayat-ayat agama untuk menggaet hati rakyatnya.
“Kalau saya jadi bupati, Perda Syariah akan saya perbanyak. Program saya adalah satu desa satu masjid. Ibu-ibu pengajian saya kasih subsidi minyak setiap hari Jumat,” teriak Marzuk dengan suara lantang di atas sunroof mobil Land Cruiser Prado berwarna hitam yang dihias dengan tulisan “Marzuk sang utusan langit.”
Bukan hanya tampilannya yang agamis, tak lupa ia juga menciptakan jargon kampanye andalannya: “Pilih saya anda selamat. Lawan saya, tuhan akan melaknat.”
Billboard, baliho, spanduk, bahkan postingan media sosial bertebaran wajah Marzuk sang juragan batu akik yang kini terjun ke dunia politik. Fotonya diedit sedemikian rupa, berlatar belakang masjid dan awan berkilauan yang diedit oleh tim medsosnya yang dulunya tukang edit foto ijazah.
Dalam setiap kesempatan kampanye, Marzuk tampil dengan mengutip ayat-ayat suci, lalu berdoa untuk kesejahteraan rakyatnya. Lalu rekamannya dipotong, diedit dan diposting di TekTok dengan caption “calon pemimpin utusan tuhan.”
Lihat juga Dalam Kamar Mandi yang Sama
Marzuk tak lupa pula sowan ke pondok pesantren dan bertemu ulama. Ia mencium tangan kiai bolak balik dengan disorot kamera dari berbagai sisi, lalu memberikan amplop yang isinya lebih tebal dari buku tamu. Usai bertemu, para pendukung fanatiknya serentak memviralkan menggunakan caption yang sama: “Marzuk sang utusan langit adalah kebahagiaan untuk negeri ini. Menolak Marzuk, sama saja menolak surga.”
Setelah semua kegiatan politiknya selesai, ia melepas seragam kebesarannya sembari berkata, “Kita gak perlu gagasan, cukup jual akhirat dan ayat saja.”
Celotehannya disambut gelak tawa oleh tim suksesnya yang selalu berkumpul di kediaman Marzuk usai kampanye.
“Suruh siapa mereka bodoh, lebih suka pemimpin yang pura-pura religius ketimbang yang kerja beneran,” kata Hamzah yang merupakan ketua Tim Sukses Marzuk.
Hingga pada suatu hari, Marzuk bersama teman Prancisnya masuk ke lounge VIP di Bandara Internasional Singaraja, tengah meneguk wine sebagai salam perpisahan.
Wartawan yang terus mengikuti Marzuk pun berbondong-bondong bertanya,” Pak, bukannya wine haram?”
Marzuk langsung berkilah cepat, “ah itu sari kurma impor, warnanya saja yang mirip.”
Hari pemungutan suara tiba, hasilnya bisa ditebak pasangan Marzuk-Siti Hamidah berhasil mengalahkan pasangan Leonard-Johan. Di kampung-kampung, di setiap warung kopi, orang bilang, “Dia wakil Tuhan, kalau dia kalah, takut rezeki kita seret”.
Lima tahun berlalu, jalan tetap berlubang, korupsi makin lihai, dan janji-janji tinggal jadi poster pudar di warung. Tapi Marzuk terpilih terus menerus. Karena di negeri ini, Tuhan selalu turun saat kampanye, tapi entah kenapa, tak pernah ikut hadir saat rakyat mengadu soal beras mahal dan tanah dirampas. (**)