Desa Antikorupsi: Membangun Indonesia Bersih dari Pinggiran

Oleh Eka Satialaksmana, Warga Banten
Isu korupsi yang sering kita dengar di berita seperti suap pejabat, proyek infrastruktur raksasa, atau kasus miliaran rupiah di pusat kekuasaan. Tapi belakangan, praktik rasuah ini juga mulai merambah ke desa, tempat yang sangat dekat dengan kehidupan kita.
Dari situlah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggagas program Desa Antikorupsi. Tujuannya sederhana tapi penting, membangun budaya jujur, transparan, dan akuntabel dari tingkat paling bawah, agar integritas tumbuh dari akar rumput.
Desa Antikorpsi diluncurkan KPK tahun 2021, berkolaborasi dengan Kementerian Desa PDTT, Kementerian Dalam Negeri, dan BPKP. Bukan sekadar simbol, program ini sebuah model desa yang mampu mencegah dan menolak praktik korupsi secara mandiri. Kuncinya ada pada lima nilai dasar: transparansi, partisipasi, akuntabilitas, inovasi, dan kearifan lokal.
Baca juga Banten Menuju Rezim Tanpa Korupsi, Apa Iya?
Dengan dukungan itu, KPK berharap masyarakat desa tidak hanya menjadi penerima program, tapi juga pengawas aktif penggunaan dana desa.
Desa menjadi fokus, karena sekarang desa bukan lagi wilayah “miskin dana.” Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pemerintah menyalurkan dana desa yang jumlahnya fantastis — mencapai lebih dari Rp70 triliun setiap tahun.
Dana besar ini tentu membawa manfaat, tapi juga potensi penyalahgunaan. KPK mencatat, sejak 2015 hingga 2023, ratusan kasus korupsi dana desa sudah diproses hukum. Bentuknya beragam: mulai dari laporan fiktif, mark up proyek, hingga penyalahgunaan bantuan sosial.
Oleh karena itu, membangun desa yang berintegritas menjadi langkah penting untuk mencegah kebocoran dana publik.
Lima Indikator Desa Antikorupsi ala KPK
KPK menetapkan lima indikator utama yang harus dipenuhi desa agar bisa disebut Desa Antikorupsi:
1. Tata Laksana Pemerintahan yang Baik
Semua urusan administrasi dan keuangan dijalankan terbuka. Masyarakat bisa mengakses data penggunaan dana desa — baik lewat papan informasi maupun sistem digital.
2. Pengawasan yang Kuat
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan masyarakat dilibatkan aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program desa.
3. Pelayanan Publik yang Transparan
Urus surat atau bantuan sosial tidak boleh berbelit atau berbiaya “tambahan.” Semua pelayanan diatur dengan standar dan diumumkan terbuka.
4. Kelembagaan dan Partisipasi Masyarakat
Warga ikut menjaga integritas melalui forum musyawarah, kelompok pemuda antikorupsi, atau media sosial desa yang terbuka untuk kritik.
5. Kearifan Lokal dan Inovasi Sosial
Setiap desa bisa mengangkat budaya setempat untuk memperkuat nilai kejujuran — misalnya gotong royong, rembug warga, atau tradisi pengawasan adat.
Salah satu desa yang telah ditetapkan KPK sebagai Desa Antikorupsi adalah Desa Pakatto, Gowa, Sulawesi Selatan. Desa Pakatto menjadi desa percontohan pertama yang diresmikan KPK sebagai Desa Antikorupsi pada 2021.
Pemerintah desanya memasang layar digital informasi publik, membuka laporan keuangan secara online, dan mendorong masyarakat ikut mengawasi pembangunan. Hasilnya? Tingkat kepercayaan warga naik, partisipasi meningkat, dan potensi penyimpangan bisa ditekan.
Desa-desa lain pun mulai meniru langkah ini — seperti Desa Banyubiru (Jawa Tengah), Desa Sukojati (Banyuwangi), dan Desa Kumbang (Lombok Timur).
Di negara lain, program serupa telah berjalan, seperti di Filipina dengan Barangay Good Governance yang mewjibkan setiap desa mengumumkan laporan anggaran dan kegiatan publik di papan informasi.
Sementara di India, melalui Social Audit in Rural Employment Scheme, warga desa berhak memeriksa langsung penggunaan dana proyek dan melaporkannya secara terbuka.
Lalu Korea Selatan yang menjalankan Integrity Village Program untuk membangun budaya integritas di tingkat komunitas, dengan pelatihan dan kampanye publik.
Semua menunjukkan satu hal, yakni, pemberantasan korupsi tak selalu dimulai dari gedung tinggi, tapi dari rumah-rumah warga.
Desa Antikorupsi di Banten
Provinsi Banten tak mau ketinggalan berpartisipasi dalam program ini. Beberapa pekan terakhir Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten tampak mempersiapkan beberapa desa untuk dinominasikan sebagai Desa Antikorupsi. Mengutip laman resmi Pemprov Banten, ada empat desa yang diusulkan menjadi Percontohan Desa Antikorupsi kepada KPK.
“Desa antikorupsi merupakan gerakan masyarakat dalam membangun budaya antikorupsi dari lingkungan terkecil,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Inspektur Daerah Provinsi Banten Sitti Ma’ani Nina dalam sambutannya pada kegiatan Penilaian Calon Percontohan Desa Antikorupsi di Desa Cikande Permai, Kecamatan Cikande, Kabupaten Serang, Rabu (8/10/2025).
Disebutkan pada tahun 2023 di Provinsi Banten telah terbentuk satu Percontohan Desa Antikorupsi, yakni Desa Gunung Batu di Kecamatan Cilograng, Kabupaten Lebak.
Keempat desa yang diusulkan adalah Desa Cikande Permai di Kecamatan Cikande Kabupaten Serang, Desa Bandung di Kecamatan Banjar Kabupaten Pandeglang, Desa Legok di Kecamatan Legok Kabupaten Tangerang, dan Desa Sumur Bandung di Kecamatan Cikulur Kabupaten Lebak.
Integritas Itu Menular
Program Desa Antikorupsi bukan hanya soal aturan dan papan nama, tapi tentang cara berpikir baru: bahwa kejujuran adalah investasi sosial. Jika satu desa berani jujur, desa tetangga akan ikut meniru.
Dan jika kejujuran menular ke seluruh penjuru negeri, maka kita sedang menanam benih Indonesia yang lebih bersih. (**)