Kuasa Hukum Sebut Mahasiswa Untirta Jadi Kambing Hitam, Polisi Dinilai Gagal Ungkap Dalang Kerusuhan

BANTEN – Kuasa hukum mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) menilai kliennya dijadikan kambing hitam dalam kasus pembakaran pos polisi saat aksi “Menolak Represifitas Aparat dan Tunjangan DPR” di lampu merah Ciceri, Kota Serang.
Kuasa hukum menyebut, hal itu menunjukkan ketidakmampuan polisi mengungkap dalang sebenarnya di balik kerusuhan tersebut.
Dalam kasus ini, terdapat dua mahasiswa Untirta yang dijadikan terdakwa. Kedua mahasiswa yang didakwa tersebut yakni Fathan Nurma’arif alias Ewok (21), mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), dan Jonathan Rahardian Susiloputra (22), mahasiswa Fakultas Hukum (FH). Keduanya didakwa melakukan pembakaran Pos Polisi Lalu Lintas yang disebut merugikan Polresta Serang Kota sekitar Rp150 juta.
Baca juga Demostrasi Mahasiswa Serang Kecam Brutalitas Aparat dan Pemerintah, Pos Polisi Menyala
Kuasa Hukum Fathan, Rizal Hakiki menilai kliennya menjadi korban dari ketidakmampuan aparat kepolisian mengungkap pelaku sebenarnya dalam kasus pembakaran pos polisi saat aksi demonstrasi.
“Kami sangat menyayangkan kenapa polisi tidak berhasil mengungkap dalang yang melakukan provokasi atau bahkan orang yang melakukan pembakaran pos polisi itu,” ujar Rizal di Pengadilan Negeri (PN) Serang usai sidang, Selasa (04/11/2025).
Menurutnya, Fathan dan rekan-rekan mahasiswa lain hanya dijadikan kambing hitam agar publik percaya bahwa polisi telah berhasil menangkap pelaku kerusuhan.
“Padahal yang sekarang diproses pidana adalah mereka yang justru terprovokasi. Sayang sekali aparat kepolisian tidak berhasil mengungkap intellectual leader atau aktor intelektual di balik peristiwa itu,” tegasnya.
Kuasa Hukum lain, Rohadi meminta agar majelis hakim memutuskan perkara ini sebagai tindakan spontanitas oleh mahasiswa.
”Tidak diinisiasi oleh dia melainkan ada provokator. Ada lemparan bom molotov sebelum Fathan melempar bensin,” tuturnya.
Rohadi juga meminta agar Jaksa Penuntut Umum (JPU) memberikan tuntutan yang ringan terhadap para terdakwa.
Dalam sidang yang digelar di PN Serang menghadirkan sejumlah saksi, diantaranya yakni Saksi Michelle Parada mengatakan, kericuhan bermula sekitar pukul 15.30 WIB. Dari kejauhan ia melihat ada bom molotov yang meledak dan memancing massa lain ikut bergerak.
”Bom molotov lalu terjadi kebakaran,” katanya.
Sepengetahuan Michelle, setelah lemparan bom molotov itulah akhirnya Fathan terpancing untuk menyiramkan bensin yang diberikan oleh temannya ke pos polisi.
Menurutnya, seorang pria yang bukan mahasiswa Untirta juga terlihat mendobrak pintu pos polisi, lalu mengeluarkan foto Kapolri untuk dibakar. Aksi itu memantik emosi massa hingga situasi menjadi tidak terkendali.
Presiden Mahasiswa Untirta, Ferdansyah Putra mengatakan, aksi 30 Agustus lalu tersebut mulai ricuh sekitar pukul 15.30 WIB.
Ia melihat seorang pria yang bukan mahasiswa Untirta membuka pintu pos polisi Ciceri dan berteriak, sehingga massa mendekat. Karena pintu pos ternyata tidak terkunci, orang tak dikenal itu kemudian mengeluarkan bingkai foto dari dalam pos, memicu peserta aksi lain mengambil barang-barang di dalam.
”Sudah ada pecikan api (dari bom molotov) sebelum ditambah bensin dari Fathan,” ungkapnya.
Menurut Ferdan, tidak ada upaya preventif dari kepolisian. Beberapa anggota terlihat berjaga di pinggir jalan, namun tanpa pengamanan atau pencegahan berarti. Ia mengaku sudah meninggalkan lokasi sekitar pukul 19.00 WIB, sebelum pos terbakar. (ukt)
				





