Beda Kesaksian di Sidang Kasus Pagar Laut
BANTEN – Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Serang mencecar mantan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang, Joko Susanto dalam sidang kasus korupsi pagar laut.
Itu karena kesaksian yang diberikan Joko mematahkan keterangan saksi-saksi yang telah dihadirkan sebelumnya. Dalam sidang, Joko berkali-kali menjawab tidak tahu ketika hakim mencecarnya dengan berbagai pertanyaan.
Hakim Ad Hoc Tipikor PN Serang, Ewirta Lista Pertaviana menegaskan bahwa pernyataan-pernyataan yang diberikan oleh Joko Susanto bertolakbelakang dengan pernyataan saksi-saksi sebelumnya.
”Kami sudah periksa saksi sebelumnya pak, sudah tahu konstruksinya. Makanya bapak dihadirkan di sini untuk memperjelas. Kalau bapak seperti itu, terpatahkan semua yang disampaikan saksi sebelumnya,” tegas Erwita di ruang sidang PN Serang, Kamis (30/10/2025).
Lihat juga Sidang Korupsi Pagar Laut Bongkar Kejanggalan Proses Sertifikasi
Hakim Ketua, Hasanuddin menguji kesaksian Joko mengenai penerbitan 263 sertifikat hak milik (SHM) di wilayah yang sebagian disebut merupakan kawasan perairan dan bekas tambak. Dalam sidang sebelumnya, para saksi dari internal Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tangerang menyebut adanya perintah percepatan penerbitan sertifikat dengan dalih proyek strategis nasional (PSN).
Namun Joko membantah adanya instruksi percepatan tersebut. Ia juga mengaku tidak mengetahui soal pemberian uang kepada pegawai BPN, sebagaimana disebut dalam kesaksian terdahulu.
“Tidak betul yang mulia,” ujar Joko saat ditanya apakah dirinya pernah memberikan uang Rp5 juta kepada ASN BPN Kabupaten Tangerang.
Hasanuddin juga mempertanyakan proses peralihan dari 263 SHM menjadi 243 SHGB yang sebagian besar dikuasai oleh PT Intan Agung Makmur.
Namun, Joko mengklaim proses peralihan itu terjadi setelah masa jabatannya. “Kalau peralihan bukan zaman saya,” katanya.
Hakim Ad Hoc Tipikor Arwin Kusmanta juga menyinggung soal dasar hukum penerbitan hak milik di lahan yang disebut telah berubah menjadi kawasan perairan akibat abrasi. Menurut dia, Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) secara tegas menyebut tanah hasil abrasi tidak dapat dijadikan hak milik.
“Kalau saudara jadi kepala, masa tidak tahu pasal 27 UUPA? Tanah abrasi tidak bisa dikeluarkan hak milik. Bahkan yang sudah bersertifikat pun bisa dihapus,” tegas Arwin.
Hakim juga turut mempertanyakan apakah Joko mengenal dan pernah bertemu Direktur PT Cakra Karya Semesta, Nono Sampono yang turut memiliki SHGB.
Lagi-lagi, Joko menjawab bahwa tidak mengenal sosok Nono.
”Tidak yang mulia,” jawabnya.
Joko hadir sebagai saksi dalam sidang kasus pagar laut untuk empat terdakwa, yakni: Kades Kohod Arsin bin Asip, Ujang Karta, Septian Prasetyo dan Candra Eka Agung Wahyudi.
(ukt)






