Konflik Lahan di Kohod Memanas, Warga Sebut Ada Kriminalisasi dan Tekanan dari Pengembang

BANTEN – Konflik antara warga Kampung Alar Jiban, Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, dan pihak proyek kembali memanas. Warga menyebut mendapat kriminalisasi setelah tujuh orang warga dan pengacara ditahan aparat kepolisian dalam kasus sengketa proyek di wilayah tersebut.
Ketua Laskar Jiban, Aman Rizal mengatakan, persoalan bermula dari kerusakan rumah warga akibat getaran alat berat jenis ekskavator yang sudah lama beroperasi di kawasan itu. Akan tetapi, hingga kini pihak proyek belum memberikan penyelesaian atas kerusakan yang dialami warga.
“Alih-alih menyelesaikan kerusakan rumah warga, justru warga yang membela korban malah dilaporkan dan sekarang masuk penjara,” ujar Aman saat dikonfirmasi melalui pesan Whatsapp, Jumat (21/11/2025).
Lihat juga Mahasiswa Desak Kriminalisasi Massa Aksi Agustus di Kota Serang Dihentikan
Aman menuturkan, operator ekskavator sempat bersikap tidak kooperatif saat diprotes warga. Bahkan operator tersebut meninggalkan lokasi sehingga memicu kemarahan warga dan membuat kepercayaan terhadap pihak proyek semakin hilang.
Pihaknya turut menyoroti aktivitas proyek yang disebut dilakukan tanpa prosedur jelas. Sehingga warga tidak pernah menerima pemberitahuan resmi maupun diajak berkoordinasi sebelum pekerjaan dimulai.
“Kalau sekarang dibilang sudah ada izin, justru harus dipertanyakan. Kenapa baru ada sekarang, kemarin ke mana saja? Apakah izin itu juga sudah melibatkan persetujuan warga yang terdampak langsung?” ungkapnya.
Aman juga menyebut adanya calo tanah yang mengatasnamakan Agung Sedayu Group (ASG) yang diduga terus menekan warga agar mau direlokasi. Padahal warga secara tegas menolak relokasi tersebut.
“Warga melihat aktivitas proyek, termasuk pemasangan gorong-gorong, sebagai bentuk tekanan agar mereka mau pindah,” sampainya.
Aman menduga adanya keterlibatan mafia tanah yang memanfaatkan situasi konflik ini untuk menekan warga. Ia menuding sejumlah aparat, termasuk sebagian perangkat desa, Satpol PP, dan kelompok preman, turut dikerahkan dalam situasi tersebut.
“Yang membuat warga lebih kecewa, ada oknum staf desa yang justru diam dan terkesan berpihak ke para preman, padahal seharusnya membela masyarakat,” pungkasnya.
Aman menilai proses hukum terhadap tujuh orang yang ditahan berjalan tidak sesuai prosedur. Pemanggilan awal tidak sesuai standar operasional prosedur (SOP) dan menimbulkan kesan kriminalisasi.
“Kami minta pengacara kami dan enam warga dibebaskan dulu. Kami masih percaya pada pengacara yang selama ini mendampingi kami, dan kami ingin dia yang mewakili warga dalam proses penyelesaian,” tuturnya.
Aman menambahkan, pemasangan gorong-gorong di lokasi proyek dinilai warga justru mempercepat akses alat berat masuk ke kampung dan memperpanjang penderitaan mereka, sementara persoalan utama, yakni pembebasan lahan dan ganti rugi, belum diselesaikan. (ukt)






